Artikel
GURU MULIA KARENA KARYA
Setiap orang yang bekerja khususnya
di bidang pendidikan, mestinya menyadari bahwa orang tua siswa adalah pelanggan
utama. Selalu mencari cara agar orang tua siswa merasa puas dengan program sekolah. Memberi pelayanan
berkelanjutan, tak sekedar servis angin-anginan.
Sekolah yang bermutu tak sekedar
memiliki nilai tambah. Namun, juga memiliki sistem, prosedur pelaksanaan semua
kegiatan, dan cara pelayanan yang sudah terstandar di semua lini. Penyusunan
SOP, prosedur, petunjuk kerja bahkan job
description kepala sekolah, guru, dan karyawan sekolah tidak boleh dipandang sebelah
mata. Karena dari situlah kita bisa mengukur dan mengevaluasi keandalan kerja
kita.
Sekolah di era milenial ini tidak
hanya harus memenuhi standar. Tetapi, wajib melebihi standar agar bisa stand out di mata siswa dan orang tua
siswa. Sekolah yang memiliki persepsi jangka panjang dan mampu membaca situasi
mengenai apa yang dibutuhkan di dunia pendidikan sekarang ini. Bahkan dengan analisi
SWOT nya, para warga sekolah mampu meramal masa depan sekolahnya. Tinggal kita
siap mengendus dan menerka tren apa yang akan berkembang lima sampai puluhan
tahun mendatang. Program kreatif apa yang akan hits dan mampu menarik antusiasme orang tua untuk menyekolahkan
anaknya di institusi kita.
Tenaga pendidik alias guru pun turut
menyumbang kiprah yang besar bagi kemajuan sekolah. Tak jarang, kita temui
beberapa guru dalam usia produktif justru merasa terbebani dan ‘terengah-engah’
dalam menjalani pekerjaannya. Sebaliknya, cukup banyak guru yang mendidik
dengan energi meluap-luap. Semangatnya begitu all-out. Seakan-akan tidak pernah kehabisan tenaga.
Terkadang kita temui pula individu
yang mengajar dengan penuh perhitungan. Menakar setiap apa yang akan diberi
oleh sekolah. Semuanya serba diukur, apakah akan mendatangkan keuntungan finansial
atau setumpuk pujian dari rekan kerja. Sering membuat media apa gunanya, toh
guru yang lain enggan mengerjakan. Rajin mendesain model pembelajaran baru pun
tak akan menghasilkan uang. Malah dijiplak atau dipakai guru lain. Susah-susah
berpikir, orang lain yang dapat enaknya. Begitulah pikiran ‘sumbu pendek’
seorang guru yang kurang atensinya pada sekolah.
Sungguh miris jika kita menganggap
sekolah adalah tujuan utama mencari nafkah. Justru jadikanlah sekolah sebagai
tempat untuk mengasah diri dan menambah wawasan sebanyak-banyaknya. Usaha keras
yang kita keluarkan sangat menentukan mutu dan kuantitas kerja kita. Guru yang menikmati
pekerjaannya dengan izin Allah akan selalu ‘hidup’. Sehat tubuhnya, berseri
wajahnya, dan cemerlang perilakunya.
Selalu tumbuhkan cita-cita agar kita
menjadi guru yang mulia dan paripurna. Tulis, visualisasikan, mintalah doa
kepada orang tua, dan seringlah bercerita agar semua impian kita segera
terwujud. Nominal gaji yang kita terima bukanlah ukuran seberapa makmurnya
kita. Gaji banyak tetapi hutang menumpuk sungguh membuat hidup kita akan
tersudut. Gaji lumayan, cukup makan harian, alhamdulillah mendatangkan
keberkahan.
Kita terbiasa menganggap menjadi
guru itu hanya dalam kurun waktu beberapa jam saja. Selebihnya, bila sudah
berkumpul dengan keluarga, kita adalah seorang individu yang berbeda. Urusan
sekolah jangan pernah dibawa ke rumah. Begitu juga sebaliknya. Padahal,
persepsi ini sebenarnya keliru.
Kita akan dihadapkan pada kenyataan
bahwa sebagian orang hidupnya lebih banyak dihabiskan di tempat kerja. Kita
perlu melihat pekerjaan dengan sisi lain yang lebih antusias. Okelah, setiap
hari kita direpotkan dengan beraneka ragam permasalahan siswa. Namun, demi
membangun rasa antusiasme ini kita perlu membenahi dan memoles kekurangan yang
masih menjadi momok dalam bekerja. Bila sudah begini, kita pun bisa mendidik
siswa tanpa merasa cepat lelah. Sekolah sebagai tempat bekerja kita akan
menjadi lahan bertumbuh yang membahagiakan jiwa.
Guru yang mulia adalah guru yang selalu
berharap pada pertolongan Allah saat dirinya mengajar. Menjadikan profesinya
sebagai bentuk pengabdian kepada Allah. Maka, makna sebuah pekerjaan tidak
didapat dengan hafal visi misi sekolah saja. Karena makna pekerjaan dirajut
setiap hari menggunakan benang dedikasi dan jarum profesional. Pekerjaan yang
dilakoni dengan happy akan membuat
kita eksis dan memiliki lautan semangat yang seolah tidak ada habisnya.
Termasuk juga saat menjalankan
berbagai peraturan sekolah yang dirasa sebagian guru sangat membelenggu. Kita
harus melakukan sesuatu yang membuat kondisi kita tidak nyaman. Datang harus
tepat waktu. Setumpuk pekerjaan yang menunggu diselesaikan. Ingin izin keluar sekolah
harus dicatat dalam buku kendali. Semuanya serba terkontrol. Padahal, semua
bisa dinikmati asalkan kita mampu mendisiplinkan pemikiran dan tindakan.
Guru yang mulia berusaha selalu mendisiplinkan
pemikiran ternyata jauh lebih sulit dari mendisiplinkan tindakan. Karena
biasanya tindakan terjadi karena dominasi pemikiran yang telalu kuat dan sukar
dikendalikan. Kedisiplinan tak perlu dipandang sebagai sebuah monster dan patut
dihindari. Kedisiplinan dalam sekolah perlu ditegakkan pada warga sekolah tanpa
pandang bulu. Perasaanlah yang kadang menghambat perubahan. Perlu ada motivasi nan
meletup-letup dan semangat yang membara agar guru merasa enteng untuk
berpartisipasi dalam perubahan guna memajukan sekolah tercinta.
Kita bisa disiplin, asal ada kemauan.
Disiplin hanya akan terlihat melalui tindakan yang konsisten diliputi rasa
tanggung jawab. Tak ada gerutuan. Sirnalah keluhan. Bukan merasa ada keterpaksaan. Ada rasa tidak nyaman dalam berdisiplin
yang harus kita kalahkan. Kita harus berbuat sesuatu dalam kondisi yang kurang
kita sukai.
Guru yang mulia jika mendapat
kesusahan akan berkata yes atau alhamdulillah. Itu berarti Allah masih
perhatian dengan kita. Derajat kita akan dinaikkan. Pahala kita akan
dilipatgandakan jika kita lolos ujian hidup ini. Dalam keadaan terpuruk justru
lipatgandakan energi positif kita.
Menghindari kesulitan justru membuat
hidup akan terasa makin sulit. Maunya hidup berjalan sesuai keinginannya. Mau
ini ada, mau itu sudah tersedia. Pokoknya “uenak full”. Suka siswa yang patuh
tetapi tidak sabar membimbingnya. Suka siswa yang cerdas tetapi tidak sabar
menjawab pertanyaannya. Suka siswa yang berfikir kritis tetapi tidak telaten
memancing rasa ingin tahunya.
Kalau saja para guru tahu bahwa Allah sangat dekat dan
mengetahui seluruh tindak tanduk kita, niscaya kita akan selalu berhati-hati bertindak dan menahan lisan untuk tidak
berkata-berkata yang menyakitkan. Saat kita mencontohkan kebaikan di depan
siswa maka saat itu pula lah kita mengukir amal kebaikan yang akan selalu
ditiru oleh siswa. Tengoklah interaksi Rasulullah saw
dengan para sahabatnya yang begitu elok. Semestinya hubungan itulah yang
terbangun antara guru dan siswa, begitu hangat dan penuh keterbukaan.
Berusahalah mendidik siswa dengan sebenar-benarnya dan
serahkan hasil akhirnya kepada Allah. Lahirkan puluhan karya selagi bisa. Tak
perduli apakah orang lain akan memuji atau mencaci. Bekerja dengan integritas
tinggi tak perduli penilaian sekolah yang melingkupi. Karena tawakal tingkat
dewa seorang guru yang mulia tak perlu menengadah melihat perbuatan yang
dihasilkan. Pun tak menunggu hujan pujian dari atasaan atau yayasan.
Mendidiklah dengan semangat juang dan spirit berbagi. In syaa Allah semua
harapan akan datang beriringan menghampiri.
BIODATA SINGKAT PENULIS
Nama
: Rahmah, S.Pd.I
Pekerjaan
: Guru PAI SDIT Ihsanul Amal Alabio, Kab. HSU
Alamat
: Jl. Candi Agung RT 1 No. 34, Paliwara, Amuntai Tengah, HSU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar